Perjalanan Taat Tanpa Pecut (I)

Teringat saat kecil, beberapa teman sebaya harus pulang ke rumah sebelum matahari terbenam dengan kesadaran sendiri, dengan teriakan Ibu Ayah atau dengan tarikan atau jeweran. Aku pun pernah mengalaminya, pergi main ke TK di depan rumah dengan menaiki tiang listrik, bermain bola di lapangan dengan teman-teman (karena teman bermainku lebih banyak lelaki) dan pulang harus menunggu Bapak (bukan dipanggil tetapi karena tidak bisa turun dari tiang listrik).

Atau saat sekolah, aku dan mungkin juga beberapa orang lainnya pernah mengalami membenci satu mata pelajaran karena hukuman yang diberikan malah membuat kami meremehkan pelajaran tersebut atau malah merasa senang karena hukuman hanya sebatas berdiri di depan kelas, lari di lapangan atau di pecut dengan kemoceng atau sapu.

Disiplin itu apa ya? Peraturan yang dibuat tanpa melibatkan lalu harus mengikutinya? Aku tidak bisa ternyata mengikuti disiplin tanpa ada alasan logis dan terus terjadi menjadi seorang penabrak aturan.Seiring waktu bergulir, saya bersyukur menemukan guru-guru dan dosen-dosen yang mencerahkan pandangan saya, yang mampu memahami pola belajar si Mahayu, yang mampu memberikan kesempatan saya untuk berproses menjadi yang terbaik dan juga mengapresiasi apa-apa yang dilakukan serta menghargai komitmen yang telah dibuat bersama di kelas.

Hal tersebut membuat saya tertarik untuk mencicipi sebagai asisten dosen lalu menjadi guru privat. Banyak tantangan untuk saya, beberapa junior bertingkah mencari perhatian dengan tanda tangan lalu tidak masuk kelas, beberapa lagi menegosiasi untuk meminta kerenggangan dalam mengumpulkan tugas, itu yang saya hadapi ketika bertemu dengan kelas tinggi. Kesempatan saya selanjutnya menjadi seorang pengajar anak-anak berumur 5-7 tahun, kesulitannya adalah memahami mereka, kalau mau mulai kelas, satu akan menangis karena ditinggal Ibu, satu akan mulai belajar jika teman sebelahnya sudah datang. Lain lagi halnya ketika saya berkesempatan lagi mengajar di kelas lain, mereka pembelajar yang cepat dan membuat saya bosan dengan gaya mengajar.

Aku cukupkan menjadi seorang pengajar.

Merantau, membuat aku rindu sebagai pengajar dan memutuskan diri mendaftar sebagai relawan pengajar Kelas Inspirasi beberapa kali, masih ada tapi kali ini. Menyenangkan tetapi cukup singkat dan masih belum ku temukan jawaban atas keresahanku dalam menjadi pengajar.

(Bersambung)

Leave a comment